Image by mohamed_hassan from Pixabay
Posted on / by adminreputasia2020

Menuju Implementasi Terbaik dari Pengukuran dan Evaluasi Berbasis AMEC

Secercah refleksi dari tahun 2022 dan pandangan untuk tahun 2023

Fardila Astari, IAPR

Setahun telah berlalu sejak organisasi Perhumas dan media PR terkemuka, PR Indonesia, mempromosikan pengukuran dan evaluasi yang terstandarisasi oleh Association of Measurement and Evaluation of Communication (AMEC) di Indonesia. Hal ini harus dilanjutkan pada tahun 2023, mengingat saat mengimplementasikan dasar-dasar untuk mengembangkan perencanaan strategis (mulai dari riset, hingga pengukuran dan evaluasi), para praktisi PR masih menghadapi banyak tantangan dalam menciptakan komunikasi yang berdampak pada perubahan organisasi, perubahan sosial, dan kontribusi pada pertumbuhan perusahaan, lembaga, atau organisasi mereka. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.

Global Alliance, yang baru meluncurkan hasil riset global dalam “Trends in Reputation And Intangible Asset Management”, menyatakan bahwa salah satu masalahnya adalah kurang dari 50% perusahaan atau organisasi yang mengimplementasikan model pengukuran mereka untuk menguji keefektivitasan reputasi, dari sisi komunikasi, kepercayaan pemangku kepentingan (stakeholder), dan pengukuran reputasi untuk CEO. Pengembangan keberlanjutan masih diperlukan untuk mengukur kemajuan perusahaan dalam tujuan keberlanjutan, serta mengukur dan mengelola dampak produk investasi berkelanjutan terhadap bisnis itu sendiri. Sementara dari sisi etika, praktisi diharapkan dapat menentukan indikator yang mencerminkan dampak pengelolaan LST (Lingkungan, Sosial, dan Tata Kota) terhadap bisnisnya.

Hasil penelitian dari Global Alliance ini membuktikan bahwa dunia bisnis mulai menuntut para praktisi PR untuk mempertanggungjawabkan/membuktikan hasil kerjanya terhadap dampak yang lebih nyata (perubahan organisasi, perubahan sosial, serta kontribusi terhadap pertumbuhan perusahaan, lembaga, atau organisasi) pada bisnis/organisasi/lembaga mereka.

Dari observasi pelatihan dan loka karya penulis terhadap kurang lebih 2000 kehumasan profesional di berbagai sektor pada tahun 2022 di seluruh Indonesia, ditemukan beberapa ruang untuk perbaikan, antara lain:

  1. Memahami profil manajemen perusahaan, lembaga, atau organisasi (visi, misi, dan pencapaian manajemen/divisi/direktorat dimana komunikasi dapat berkontribusi).
  2. Melakukan penelitian dan analisis komunikasi sederhana serta memahami dimensi penelitian untuk menemukan permasalahan.
  3. Menyusun strategi komunikasi:
    • Menentukan tujuan komunikasi kualitatif dan kuantitatif dengan SMART (ER) (Specific, Measurable, Attainable, Relevan, Time-Bound, Evaluated, Review)-(Spesifik, Terukur, Dapat Dicapai, Relevan, Terikat Waktu, Dievaluasi, Tinjauan).
    • Menyusun pesan yang berakar pada tujuan perusahaan/lembaga/organisasi berdasarkan riset target audiens: pesan-pesan tersebut minimal dapat menjawab akar masalah dan memfasilitasi motivasi, kebutuhan, dan harapan target audiens.
    • Aktivitas yang lebih terstruktur menggunakan PESO (Paid, Earned, Shared, Owned)-(Dibayar, Diperoleh, Dibagikan, Dimiliki).
  4. Pengukuran berdasarkan: Outputs, Outtakes, Outcomes, dan Impact (Keluaran, Sempalan, Hasil, dan Dampak).
  5. Memahami Barcelona Principles 3.0(BP3.0) secara holistik dan terintegrasi.

Dari pengamatan dan temuan di lapangan, banyak yang mengklaim bahwa konsep perencanaan strategis terpadu dari penelitian hingga pengukuran dan evaluasi yang diusung oleh AMEC hanyalah sebuah teori. Faktanya, anggota AMEC terdiri dari praktisi PR, akademisi, dan profesional PR dari seluruh dunia, dari berbagai sektor. Para praktisi PR ini bekerja sama untuk menciptakan sebuah konsep dengan langkah-langkah penting yang perlu diikuti oleh para praktisi PR dan profesional, sehingga setiap strategi komunikasi yang dikembangkan dan diterapkan dapat memberikan dampak yang nyata terhadap tujuan perusahaan, lembaga, atau organisasi pada perubahan lembaga, perubahan sosial, dan pertumbuhan.

Riset adalah Kunci, Analisis adalah Berpikir Kritis

Kita sudah terlalu lama mengabaikan riset sebagai kunci untuk menemukan masalah target audiens. Riset selalu dianggap opsional (jika anggarannya tersedia), sulit, teoritis, dan matematis. Pada akhirnya, para profesional sering membenarkan suatu masalah dari intuisi (perasaan), penilaian, serta temuan orang lain (desas desus) dalam memvalidasi suatu masalah. Hasilnya bisa benar atau salah (spekulasi).

Riset dan analisis adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Riset yang baik tanpa pengolahan dan analisis data yang kuat akan mengakibatkan data riset tidak memberikan informasi yang bermanfaat pada pengembangan strategi komunikasi bagi para praktisi PR.

Dengan mempelajari masalah target audiens yang spesifik berdasarkan riset, para praktisi PR ditantang untuk mempertajam kemampuan berpikir kritis mereka dalam mengatasi masalah tersebut menggunakan hasil (outcomes) dan dampak (impact). Kemampuan para praktisi PR dalam melakukan analisis riset akan memungkinkan mereka untuk menghasilkan ide-ide kreatif dan inovatif yang berkorelasi dengan menggunakan semua aset komunikasi dan manajemen pemangku kepentingan (stakeholder) mereka. Para praktisi PR bahkan dapat menciptakan aset komunikasi yang diperlukan yang belum dimiliki mereka.

Salah Menargetkan Target Audiens

Kesalahan mendasar lain yang sering ditemukan adalah memilih target audiens yang terlalu umum/luas dan tidak spesifik (jenis kelamin atau area, dan aspek lain untuk uji coba), sehingga menciptakan tujuan, pesan, dan aktivitas komunikasi yang tidak akurat, mengarah pada pengukuran bias yang berpotensi menghasilkan kegagalan komunikasi. 

Pemahaman para praktisi PR pada permasalahan, motivasi, kebutuhan, dan harapan target audiens tidak tercermin dengan baik karena mereka tidak mengetahui kegunaan informasi tersebut dalam membangun strategi pesan dan aktivitas komunikasi berdasarkan PESO.

Strategi Komunikasi Tanpa Tujuan dan Pesan yang Jelas

Paul Noble, penulis buku “Evaluating Public Relations”, menyebutkan bahwa “Titik tumpu evaluasi adalah penetapan tujuan”. Artinya pilar evaluasi adalah tujuan komunikasi.

Berdasarkan BP3.0, Principle 1 menyatakan bahwa tujuan komunikasi harus ditemukan dari riset, dengan menyebutkan perubahan yang diinginkan berdasarkan hasil (kualitatif) dengan target perubahan dalam jumlah (kuantitatif).

Tujuan komunikasi yang jelas akan menciptakan pesan dan kegiatan komunikasi berbasis PESO yang strategis, inovatif, dan kreatif dengan menyesuaikan biaya dan sumber daya manusia yang lebih rasional.

Salah Paham Tentang PESO

Menentukan aktivitas komunikasi berdasarkan PESO direkomendasikan oleh AMEC untuk menyusun pemilihan media yang paling strategis dan cocok untuk target audiens. Dalam pengamatan, ditemukan bahwa para praktisi masih berfokus pada media yang diperoleh, dimiliki, dan kampanye khusus menggunakan media berbayar. Sementara, media berbagi (shared media) dipahami secara dangkal sebagai bahan distribusi satu arah ke banyak pihak.

Penulis memahami shared sebagai sesuatu yang lebih berharga daripada hanya menyebarkan materi satu arah ke banyak pihak, sehingga condong melihat target audiens sebagai objek daripada subjek. Shared diartikan sebagagai penciptaan kolaborasi dan nilai bersama, mampu memberikan dampak multi-channel (dibayar, diperoleh, dan dimiliki) dari beragam stakeholder. Yuswohady, dalam bukunya yang berjudul “CROWD”, mengatakan bahwa “Kompetensi inti Anda adalah MENGHUBUNGKAN pelanggan” (pelanggan = stakeholder). Maka, dengan pemahaman shared, kompetensi PR akan ditingkatkan dengan menciptakan kolaborasi dan nilai bersama di antara stakeholder dengan nilai dan misi yang sama untuk mencapai tujuan bersama.

Pengukuran Sampai ke Dampak

Saat ini, para praktisi PR lebih banyak menggunakan nilai PR sebagai ukuran komunikasi. Dalam beberapa temuan, meski beberapa praktisi PR tidak lagi menggunakan nilai PR, pengukuran komunikasi masih berdasarkan Outputs (angka) dan Outtakes (respon). Tidak ada riset, atau belum, untuk mengukur Outcomes (perubahan pola pikir atau perilaku), bahkan tidak menghubungkan Outcomes dengan Impact (perubahan organisasi, perubahan sosial, dan kontribusi terhadap pertumbuhan perusahaan, lembaga, atau organisasi).

Menurut Principle 6 dari BP3.0, para praktisi PR harus “Melampaui ‘cakupan’ atau Vanity Metrics seperti “likes” dan “impressions” untuk memiliki pemahaman yang lebih baik tentang ekosistem target audiens dengan memfokuskan pengukuran pada engagement (pelibatan), konversi, perubahan persepsi/perubahan, pertimbangan, dan perubahan niat/perilaku pembelian” dengan lebih berfokus pada pengukuran engagement, perubahan pemahaman/perilaku daripada cakupan atau Vanity Metrics seperti jumlah likes dan impressions (tayangan).

 

Barcelona Principles 3.0 adalah Pedoman

Beberapa hal yang terdengar saat membahas tentang BP3.0 seperti: malas membaca Barcelona Principles 3.0 karena dokumennya berbahasa Inggris, sulit dimengerti, dan menganggap BP3,0 berbeda dari AMEC.

BP3.0 merupakan pedoman dalam memahami perencanaan strategis, mulai dari riset sampai pengukuran dan evaluasi komunikasi berbasis AMEC. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk membaca BP3.0 versi bahasa Inggris daripada yang bahasa Indonesia. Banyak hal yang menyesatkan saat membaca dokumen terjemahan bahasa Indonesia, membuat poin-poin tentang prinsip-prinsip BP3.0 tidak dapat dimengerti secara holistik dan terpadu, mulai dari riset dan analisis, strategi komunikasi, sampai penentuan pengukuran dan evaluasi.

Tahun 2023, Fase Uji Coba?

Upaya Perhumas dan PR Indonesia untuk mendorong dampak pengukuran telah mendapatkan tanggapan positif dari pimpinan perusahaan, organisasi, akademisi, dan lembaga pemerintahan. Semakin banyak praktisi PR yang mulai mengimplementasikan pengembangan perencanaan strategis, mulai dari melakukan riset hingga menentukan pengukuran dan evaluasi komunikasi berbasis AMEC.

Mari kita mulai perlahan, tidak perlu sempurna, karena BP3.0 sendiri, dalam Principle 4, menyebutkan bahwa “Ingatlah bahwa kita mengukur hasil dan kemajuan, belum tentu sukses”. Dengan kata lain, pengukuran komunikasi ini akan mengubah para praktisi dan organisasi PR menjadi “pembelajar”. Setiap kesuksesan akan dicatat sebagai langkah awal menuju kesuksesan yang lebih tinggi. Begitu pula dengan kegagalan, sebagai catatan bagi semua pihak untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Pengukuran dan evaluasi komunikasi berbasis AMEC dapat digunakan dengan strategi komunikasi untuk komunikasi korporat, komunikasi internal, kampanye, manajemen krisis, dan lain-lain.

Tahun 2023 dan tahun selanjutnya, menuntut para praktisi PR untuk berkontribusi dalam menciptakan komunikasi yang berdampak pada perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat Indonesia. Isu-isu yang dihadapi Indonesia, seperti perubahan iklim, stunting (gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak), TBC, kesehatan masyarakat (obesitas, penyakit jantung, struk, dll.), korupsi, dan sebagainya, menjadi tanggung jawab bersama antara pimpinan dan para praktisi PR.

Para praktisi PR yang sudah ahli dalam membuat perencanaan strategis (mulai dari melakukan riset hingga pengukuran dan evaluasi komunikasi berbasis AMEC) diyakini mampu mengembangkan kampanye PR yang berdampak pada perubahan sosial yang lebih besar. Kampanye komunikasi yang berdampak dapat memperkuat reputasi dan pertumbuhan Indonesia, serta tentunya berkontribusi pada “Indonesia Speaking Good Things” atau Indonesia Bicara Baik di tingkat global.

Tags: